Bank Dunia 2025: 1 dari 7 Anak Muda di Indonesia & China Menganggur, Tanda Bahaya bagi Masa Depan Ekonomi
Laporan terbaru Bank Dunia menunjukkan satu dari tujuh anak muda di Indonesia dan China tidak memiliki pekerjaan, menandakan tantangan serius bagi masa depan tenaga kerja kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Bank Dunia melalui laporan “Jobs East Asia and Pacific Economic Update – October 2025” mengungkapkan bahwa Indonesia dan China menghadapi tingkat pengangguran anak muda yang tinggi — sekitar 1 dari 7 anak muda di kedua negara tidak memiliki pekerjaan tetap. Temuan ini menyoroti semakin sulitnya generasi muda menembus pasar kerja, meski tingkat pendidikan dan literasi digital meningkat pesat dalam dekade terakhir.
Di Indonesia, data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip Bank Dunia menunjukkan tingkat pengangguran pemuda (usia 15–24 tahun) masih berada di atas 13 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Kondisi serupa juga terjadi di China, di mana pengangguran di kalangan muda perkotaan mencapai hampir 17 persen pada pertengahan 2025.
Bank Dunia menilai tren ini mengindikasikan mismatch antara keterampilan lulusan muda dengan kebutuhan industri, serta lambatnya penciptaan lapangan kerja formal di sektor-sektor bernilai tambah tinggi. Banyak anak muda yang akhirnya bekerja di sektor informal, dengan pendapatan rendah dan tanpa perlindungan sosial memadai.
Kondisi ini menjadi sinyal peringatan bagi Indonesia yang tengah menikmati puncak bonus demografi. Jika mayoritas tenaga kerja muda tidak terserap secara produktif, potensi ekonomi bisa berubah menjadi beban sosial jangka panjang. “Tantangan terbesar Indonesia bukan hanya menciptakan pekerjaan, tapi memastikan pekerjaan itu layak, stabil, dan berbasis keterampilan masa depan,” tulis Bank Dunia dalam laporannya.
Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), data tersebut menjadi alarm keras bagi pemerintah untuk segera memperbaiki arah kebijakan ketenagakerjaan. “Banyak lulusan perguruan tinggi kesulitan masuk dunia kerja karena industri belum menyesuaikan diri dengan perubahan ekonomi digital. Pemerintah perlu mempercepat transisi tenaga kerja ke sektor-sektor baru seperti energi hijau dan ekonomi digital,” ujarnya kepada media, Rabu (2/10).
Sementara itu, Diana Suryakusuma, Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, menjelaskan bahwa investasi pada upskilling dan reskilling menjadi strategi paling krusial untuk mencegah pengangguran struktural di kalangan muda. “Indonesia memiliki peluang besar jika mampu mempercepat pendidikan vokasi berbasis kebutuhan industri. Setiap tahun, ada jutaan anak muda yang masuk pasar kerja — dan mereka harus disiapkan dengan keterampilan yang relevan,” kata Diana.
Bank Dunia merekomendasikan agar negara-negara di Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia, memperkuat investasi pendidikan vokasi, mempercepat reformasi pasar tenaga kerja, dan mendorong sektor teknologi serta ekonomi hijau sebagai sumber pertumbuhan lapangan kerja baru.
Kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan dunia usaha disebut menjadi kunci membangun ekosistem kerja yang adaptif dan berkelanjutan. Jika Indonesia mampu menjawab tantangan ini, generasi muda bukan hanya akan menjadi penonton dalam transformasi ekonomi digital, tetapi juga motor penggerak pertumbuhan masa depan.





